Kenaikan Kelas UMKM dari Informal Jadi Formal Perlu Didorong untuk Bisa Bersaing
Ukm | 14 Juni 2021, 22:41 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Posisi kelompok UMKM dinilai sangat strategis, baik dalam struktur pertumbuhan ekonomi nasional maupun dalam konteks pemerataan ekonomi. Sayangnya, keberpihakan perbankan dan pemerintah terhadap sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) belum maksimal.
Menteri Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, berdasarkan data yang ada, hingga akhir 2019 jumlah pinjaman kredit mencapai sekitar Rp6.000 triliun.
Dari jumlah itu, kredit sebesar Rp300 triliun disalurkan untuk investasi di luar negeri, sedangkan kredit untuk investasi dalam negeri sebesar Rp5.700 triliun.
”Ironisnya, kredit untuk UMKM tidak lebih dari Rp127 triliun. Pada saat bersamaan, kita ingin menaruh harapan besar pada UMKM untuk bisa berkompetisi, baik di dalam maupun luar negeri,” ujar Bahlil, dilansir dari laman Kompas.id.
Menurut Bahlil, akar permasalahan lemahnya UMKM dalam berkompetisi yaitu, dari sekitar 53 persen UMKM yang ada masih tergolong informal sehingga syarat pengajuan kredit perbankan belum terpenuhi.
Dari sebab itulah, tugas besar kementerian adalah meningkatkan kenaikan kelas UMKM dari informal menjadi formal.
Baca Juga: Presiden Jokowi Minta UMKM Segera Masuk dalam Ekosistem Digital
Padahal, lanjut Bahlil, jika ditarik lebih jauh, 60 persen kontribusi pertumbuhan ekonomi nasional berasal dari konsumsi masyarakat.
Sementara konsumsi sangat terkait dengan daya beli masyarakat yang membutuhkan kepastian pendapatan. Adapun pendapatan diperoleh dari lapangan pekerjaan yang selama ini berada di sektor UMKM.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, UMKM memiliki pengalaman luar biasa dari krisis ke krisis dan cepat beradaptasi lewat inovasi produk. Ketika perilaku konsumen lebih banyak belanja daring, UMKM hijrah ke sana dan melakukan inovasi produk.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV