Peraturan Pemerintah tentang Produk Tembakau Didesak untuk Direvisi
Kebijakan | 5 Juni 2021, 19:31 WIBPada dasarnya, lanjut Faisal, kebutuhan tembakau lebih besar daripada produksi tembakau lokal sehingga semua produksi tembakau lokal pasti akan diserap oleh industri. Dengan diversifikasi serta alih tanam justru bisa meningkatkan pendapatan para petani.
Tak hanya itu, mitos kedua adalah dengan harga rokok tinggi akan meningkatkan rokok ilegal. Hal ini justru bisa menjadi bumerang bagi pemerintah.
Jika rokok ilegal marak, itu artinya pengawasan negara lemah untuk melindungi rakyatnya. Mitos lain, yakni penerimaan negara akan berkurang jika harga rokok dinaikkan.
”Tujuan pengenaan cukai yakni untuk mengendalikan konsumsi rokok. Sementara tugas hakiki negara adalah mendorong penciptaan nilai, bukan pengerukan nilai. Jadi, jangan sampai cukai ini malah mengorbankan kesehatan masyarakat,” tutur Faisal.
Adapun, Ketua Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Universitas Muhammadiyah Magelang Retno Rusdjijati mengungkapkan sejumlah petani tembakau di Magelang telah berhasil melakukan diversifikasi pertanian dan beralih tanam. Dari hasil pembinaan yang dilakukan, para petani kini justru mendapat keuntungan lebih besar.
Sementara, menurut Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan menilai, PP No 109/2012 masih relevan dengan kondisi saat ini sehingga belum perlu ada revisi.
Apabila dilakukan revisi, hal itu dapat memperburuk kondisi usaha industri hasil tembakau yang sudah terpuruk akibat kenaikan cukai yang diberlakukan pada 2020 dan 2021.
”Pemerintah sebaiknya lebih dahulu melakukan kajian atau evaluasi pemberlakuan PP No 109/2012, salah satunya terkait edukasi. Kami melihat pemerintah belum melakukan upaya konkret dalam mencegah perokok anak,” katanya.
Baca Juga: Petani Tembakau Kian Tertekan, Pemerintah Diminta Buat Regulasi Terkait Perlindungan
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV