Awal Tahun 2021 Tempe dan Tahu Terancam Langka
Ekonomi dan bisnis | 1 Januari 2021, 10:38 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Pengrajin tempe dan tahu di DKI Jakarta dan Jawa Barat akan melakukan aksi mogok produksi pada 1 hingga 3 Januari 2021 sebagai bentuk protes tingginya harga kedelai.
Aksi mogok produksi yang dilakukan pengrajin tempe dan tahu anggota Pusat Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (Puskopti) ini telah mendapat persetujuan dari Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo).
Dalam surat Gakoptindo tertanggal 29 Desember 2020 kepada Puskopti disebutkan langkah mogok produksi pada tanggal 1 hingga 3 Januari 2021 bertujuan agar kenaikan harga tahu dan tempe bisa kompak.
Baca Juga: Perajin Tempe Rumahan Di Palembang Megap-Megap
"Sejalan dengan hal tersebut, dengan ini kami pengurus Gakoptindo mendukung langkah dan upaya yang dilakukan Puskopti DKI Jakarta dan Jawa Barat untuk melakukan mogok produksi," tulis Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin Aip pada surat edaran Gakoptindo, Jumat (1/1/2021).
Dalam surat tersebut Aip juga meminta agar para perajin tempe tahu di seluruh Indonesia tetap menjaga kekompakan, kebersamaan, dan menghindari perbuatan anarkis yang merugikan.
Aip berharap Puskopti di wilayah lainnya di seluruh Indonesia, dapat melakukan penyesuaian dalam menyikapi hal tersebut dengan mempertimbangkan situasi kondisi dan kemampuan di daerah masing-masing.
"Kami pengurus Gakoptindo sudah berupaya berkirim surat kepada pemerintah dan instansi terkait lainnya untuk mencari solusi yang terbaik demi kesejahteraan anggota perajin tempe dan tahu di seluruh Indonesia," tulis Aip dalam surat.
Baca Juga: Harga Kedelai Impor Naik, Berimbas Pada Produksi Tahu dan Tempe
Sebelumnya, Gakoptindo menyatakan akan melakukan penyesuaian harga tahu dan tempe dengan harga kedelai impor.
Jamin pasokan aman
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto menegaskan, stok kedelai cukup untuk kebutuhan industri tahu dan tempe nasional. Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan menjamin tahu dan tempe tetap tersedia di masyarakat.
“Kementerian Perdagangan terus mendukung industri tahu tempe Indonesia. Dengan penyesuaian harga, diharapkan masyarakat akan tetap dapat mengonsumsi tahu dan tempe yang diproduksi oleh perajin,” ujar Suhanto dikutip dari Kontan.id.
Baca Juga: Tempe Mendunia Hingga Berpeluang Menjadi Pintu Integrasi Budaya Kuliner Indonesia dan Meksiko
Suhanto menilai faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia diakibatkan lonjakan permintaan kedelai dari Tiongkok kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia. Pada Desember 2020 permintaan kedelai Tiongkok naik 2 kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton.
Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan Amerika Serikat, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia.
Ia berharap importir yang masih memiliki stok kedelai dapat terus memasok secara kontinu kepada anggota Gakoptindo dengan tidak menaikan harga.
“Untuk itu perlu dilakukan antisipasi pasokan kedelai oleh para importir karena stok saat ini tidak dapat segera ditambah mengingat kondisi harga dunia dan pengapalan yang terbatas. Penyesuaian harga dimaksud secara psikologis diperkirakan akan berdampak pada harga di tingkat importir pada Desember 2020 sampai beberapa bulan mendatang,” ujar Suhanto.
Penulis : Johannes-Mangihot
Sumber : Kompas TV