Tentang Pasar Modal: Corona Dan 2020 Bikin Gue Mikir Masa Tua
Ekonomi dan bisnis | 30 November 2020, 20:46 WIB“Buka warung bangkrut, jualan online enggak bakat, jaminan masa pensiun dari tempat kerja kagak ada. Mustahil duit tabungan bakal awet selama ada ATM. Corona dan 2020 bikin gue mikir masa tua, gue cukup punya duit nggak ya di masa senja nanti?. Investasi saham, jadi jalan ninja terbaik di momen new normal gue. Karena beli saham katanya jangka panjang aja, bukan jangka pendek biar enggak gila, hahaha. Gue serius!”.
Anonim, seorang pekerja swasta, yang setiap hari berkutat dengan rutinitas pekerjaan di bidang teknis, tidak berhubungan langsung dengan dunia bisnis dan ekonomi.
Oleh: Dyah Megasari, Produser Kompas Bisnis
JAKARTA, KOMPASTV. Bukan krisis ekonomi seperti masa 1998 dan 2008, yang membuat kehidupan, terutama “peta keuangan” berubah drastis. Di antara berjuta alasan untuk menghujat pandemi corona alias covid-19, terbersit setitik rasa terimakasih. Virus jenis baru yang menyeret dunia ke jurang kesulitan, justru titik balik penuh kesadaran, bahwa gaji bersifat fana, tak kekal sampai pensiun, jika celaka tak bisa mengaturnya.
Masalahnya, benar kata Anonim di atas. Memutar uang di bisnis langsung, selain mengandalkan keberuntungan juga butuh “sense” atau bakat. Berangkat dari new normal pandemi inilah, muncul fenomena menarik. Di sosial media, obrolan santai antar kubikel, bahkan sampai momen kangen-kangenan virtual, obrolan tentang investasi saham menjadi topik ringan yang menular.
“Tertarik ke pasar modal karena obrolan teman, mereka memikirkan masa tua, tetapi sekaligus curhat tidak punya bakat mengendalikan bisnis. Hanya pekerja biasa, yang butuh jaminan hari tua. Ini yang membuat saya tertarik pada saham,” kata Beny Asyhar, seorang pelajar, sekaligus pemula di dunia saham.
Menegakkan Pilar Saat Masa Sulit
Katanya sedang resesi, pandemi adalah masa sulit yang belum terurai. Tetapi masa paceklik ini bukan kiamat di pasar saham. Buktinya terlihat pada data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Jumlah investor pasar modal Indonesia justru menyundul 3,39 juta orang. Angka ini dihitung dari Januari sampai 27 Oktober 2020. Tak main-main, melesat sampai 36,82 persen, di bandingkan akhir 2019 yang masih 2,84 juta orang. Investor reksadana malah melonjak 52,2 persen menjadi 2,70 juta orang.
“Kaum milenial mendorong pertumbuhan investor ritel, terutama dengan usia di bawah 30 tahun. Era serba digital juga punya andil besar,” tutur Direktur Utama Kustodian Sentral Efek Indonesia, Uriep Budhi Prasetyo.
Data KSEI punya arti, bahwa upaya self-regulatory organization (SRO) yang melakukan sosialisasi dan edukasi, masuk ke masa panen investor baru. Paparan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memperkuat bukti, kepemilikan investor domestik di pasar saham juga terus membesar.
Sampai dengan 2 Oktober 2020, kepemilikan saham investor lokal mencapai 51,67 persen dan asing 48,33 persen dari total saham senilai Rp 3.055 triliun. Padahal, per 31 Januari 2020, kepemilikan investor asing masih mendominasi dengan angka 52,48 persen, sedangkan investor lokal 47,52 persen dari total saham senilai Rp 3.505 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan pernah mengungkapkan harapannya saat pasar modal berusia ke-43 tahun.
“Pasar modal harus mampu menjadi salah satu pilar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Terutama sebagai alternatif pembiayaan dan investasi,” tegas Sri Mulyani.
Dengan semakin besar jumlah investor domestik, bahkan mendominasi, diharapkan stabilitas pasar saham lebih terjaga. Paling utama dari guncangan eksternal yang bisa sewaktu-waktu muncul.
Terimakasih Tayangan Viral
Sosialisasi dan edukasi yang dilakukan otoritas pasar modal tetap menjadi kunci meninggikan kesadaran berinvestasi. Tetapi, menurut Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini Sutikno, ada fenomena menarik lainnya.
Penulis : Dyah-Megasari
Sumber : Kompas TV