Harga Mi Instan Bakal Naik, Indonesia Bisa "Kolaps" jika Terus Bergantung pada Gandum Impor
Bbc indonesia | 13 Agustus 2022, 18:21 WIBIndonesia disebut bakal "kolaps" jika tidak segera memperkuat diversifikasi pangan di tengah meningkatnya konsumsi masyarakat pada gandum yang berasal dari impor, bahan utama antara lain untuk mi.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa mengatakan konsumsi gandum di Indonesia dalam 30 tahun mendatang bisa mencapai 50% atau mengalahkan beras. Anggota Komisi IV DPR dari partai PDI Perjuangan, Ono Surono, mengatakan kekhawatiran itu bisa saja terjadi jika pemerintah tidak segera bertindak.
Karenanya ia mendesak Kementerian Pertanian membuat rencana strategis pembangunan pertanian yang tujuannya mempopulerkan kembali tanaman pangan lokal Indonesia.
Baca juga:
Pernyataan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, soal harga mi instan bakal naik hingga tiga kali lipat menyusul melonjaknya harga gandum akibat perang Rusia-Ukraina, membuat gusar masyarakat.
Di Indonesia gandum impor dipergunakan untuk pangan yang populer seperti mi instan, pasta, roti, biskuit, dan bakmi basah.
"Jadi hati-hati yang makan mi banyak dari gandum besok harga (naik) tiga kali lipat itu," tutur Syahrul Yasin Limpo dalam diskusi webinar Selasa kemarin.
Seorang penjual bakmi di Cengkareng, Desvi, bahkan mengatakan mi sudah menjadi makanan sehari-hari layaknya nasi. Dalam sehari ia bisa menjual mi ayam 20 sampai 30 porsi.
Karena itulah, kenaikan harga bahan baku gandum bakal menyulitkan usaha keluarganya yang sudah dimulai 10 tahun silam.
"Kok bisa naik tiga kali lipat? Saya khawatir dong. Soalnya gandum, beras, itu sudah kebutuhan pokok," ujar Desvi.
Akan tetapi Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Kasan, mengatakan dampak langsung perang Rusia-Ukraina tidak besar.
Sejauh ini, klaimnya, pasokan gandum masih cukup aman lantaran banyak pelaku usaha yang mengalihkan impor gandumnya dari negara lain seperti Australia dan Amerika Serikat.
Pantauan Kemendag, harga gandum pada Juli 2022 sudah mulai turun atau kembali ke sebelum perang terjadi.
"Karena peak price sudah terlewati hampir semua komoditas," katanya. Adapun Direktur PT Indofood, Franky Welirang, memastikan kalaupun ada kenaikan harga mi instan tidak akan semengerikan yang disebutkan Menteri Pertanian.
"Harga mie instan bisa saja naik, bisa saja. Tapi kalau ada pernyataan yang mengatakan bisa 3 kali lipat, itu berlebihan. Sangat-sangat berlebihan," kata Franky seperti dilansir Detik.com.
Konsumsi pangan dari gandum meningkat terus
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, mencatat angka konsumsi pangan lokal dari gandum di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Kalau pada 1970-an porsi pangan lokal dari gandum di bawah 5%, pada 2010 sudah di angka 18%.
Selang 10 tahun kemudian atau pada 2020, menurut data yang dimiliki Andreas, konsumsi gandum di masyarakat mencapai 26% dan tahun ini lebih dari 27%.
Baca juga:
- Krisis pangan: Ukraina bisa ekspor 20 juta ton gandum setelah perjanjian dengan Rusia
- India larang ekspor gandum, bagaimana dampaknya terhadap pasokan ke Indonesia dan global?
Membesarnya tingkat konsumsi gandum ini, kata dia, disebabkan beberapa hal.
Pertama karena harganya murah. Sebelum konflik Ukraina dan Rusia meletus, harga tepung gandum berada di kisaran antara Rp8.500 - Rp9.000. Sementara tepung sorgum dan tapioka berkisar di antara Rp16.000 - Rp30.000 per kilogram.
Bahkan jika dibandingkan dengan beras kualitas medium, masih lebih murah.
Penulis : Redaksi-Kompas-TV
Sumber : BBC