Hepatitis Akut: 'Terlalu Dini' untuk Jadi Pandemi, tapi Bisa Picu Masalah Baru jika Dianggap Enteng
Bbc indonesia | 10 Mei 2022, 23:40 WIBDua anak di Indonesia baru-baru ini meninggal diduga karena "hepatitis akut misterius", satu pekan setelah tiga kasus pertama anak meninggal dilaporkan ke Kementerian Kesehatan.
Kementerian Kesehatan telah menerbitkan surat edaran bagi rumah sakit dan dinas kesehatan dan rumah sakit di daerah untuk meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan, menyusul kian bertambahnya kasus suspek hepatitis akut di berbagai daerah di Indonesia.
Namun, para pakar epidemiologi mempertanyakan rencana aksi pemerintah Indonesia untuk memitigasi risiko penyakit misterius, yang kendati belum tentu menjadi pandemi baru, namun dikhawatirkan memicu krisis kesehatan baru jika tidak ditanggapi dengan serius.
"Bayangkan, ada 30 juta anak Indonesia yang belum eligible (memenuhi syarat) untuk mendapatkan vaksinasi. Misalnya 10% saja dari itu terjadi kerusakan hepar yang semi-permanen saja, itu akan mengurangi kualitas SDM manusia Indonesia ke depan," ujar pakar epidemiolog dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman kepada wartawan BBC News Indonesia, Ayomi Amindoni, Selasa (10/08).
Baca juga:
- Kasus suspek hepatitis akut bertambah jadi 15 di Indonesia, benarkah disebabkan vaksin Covid-19?
- Hepatitis akut, mengapa disebut 'penyakit misterius' dan berbeda dengan tipe-tipe yang sudah ada?
- 'Demam misterius' di India membunuh puluhan anak dalam seminggu
"Adanya kematian itu adalah indikator telat kita mendeteksi, telat kita merespons dalam melakukan treatment perawatan. Artinya, itu harus dicegah dengan menguatkan surveillance dan deteksi dininya," lanjut Dicky.
Sementara itu, Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan pemerintah perlu melakukan "penyelidikan epidemiologis mendalam untuk mendeteksi pola penularan".
Hingga kini, 15 kasus hepatitis akut terjadi di Indonesia di lima provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat dan Bangka Belitung. Mereka berusia antara 0-16 tahun.
Sebanyak lima anak dinyatakan meninggal, diduga karena terjangkit penyakit misterius itu, sementara sisanya dalam perawatan.
'Gejala lebih berat dan bersifat akut'
Seorang bayi berusia dua bulan di Solok, Sumatera Barat, meninggal dunia diduga karena "hepatitis misterius", setelah sebelumnya sempat dirawat di Puskesmas selama beberapa hari.
Kondisi yang semakin parah, membuatnya harus dilarikan ke Rumah Sakit Hermina, Padang.
Bayi itu meninggal pada 2 Mei 2022 silam.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Sumatera Barat, Finny Fitry Yani menjelaskan bahwa kondisi bayi itu memburuk dengan sangat cepat.
"Dia demam beberapa hari, tiga hari kalau tidak salah, kemudian muntah dan diare. Lalu hari keempat [sakit] kuning, dan langsung berat, kejang dan tekanan darahnya menurun. Jadi sampai di [Rumah Sakit] Hermina itu [kondisinya] sudah berat dan itu cepat sekali perjalanannya," ungkap Finny, Selasa (10/05).
Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Barat, Lila Yanwar membenarkan bahwa gejala yang dialami oleh bayi tersebut, serupa dengan gejala yang dialami anak-anak yang terjangkit hepatitis, "tapi cenderung lebih berat dan bersifat akut".
"Akut itu sifatnya mendadak, berat, dan biasanya menyerang anak umur 0-16 tahun."
Namun, kata Lila, penyakit itu dikategorikan sebagai hepatitis of unknown (tidak diketahui) karena setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata tidak cocok dengan hepatitis A, B, C dan E yang sudah ada selama ini.
"Jadi mungkin digarisbawahi bahwa kasus tersebut kita tidak sampaikan sebagai kasus positif tapi gejalanya mirip, jadi diduga," kata Lila.
Lila menambahkan diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan diagnosa pasti.
Pemeriksaan untuk diagnosa pasti, kata Lila, hanya dapat dilakukan di laboratorium milik FKUI (Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia) dan Rumah Sakit Sulianti Saroso yang keduanya berlokasi di Jakarta.
Baca juga:
- Wabah Hepatitis A di Depok 'berasal dari petugas kebersihan sekolah'
- Covid-19 dikhawatirkan timbulkan 'tsunami diabetes' di India
- Dalam satu mutasi saja, virus Zika dapat meledak menjadi wabah
Selain di Solok, bocah berusia tujuh tahun di Tulungagung, Jawa Timur juga meninggal dunia dengan gejala identik hepatitis misterius yang belum diketahui penyebabnya tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Tulungagung, Kasil Rohkmat menyatakan konfirmasi positif ini sesuai dengan kriteria Kementerian Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia.
Kriteria itu antara lain gejala penyakit kuning, berusia di bawah 10 tahun dan tidak ada penyebab lain. Gejala yang muncul adalah demam, diare, urine berwarna lebih pekat dan feses berwarna pucat.
Kematian dua anak di Sumatera Barat dan Jawa Timur ini menambah daftar anak-anak yang meninggal dunia diduga karena penyakit misterius itu.
Penyakit fatal
Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan, jika anak-anak yang meninggal ini terkonfirmasi sebagai kasus hepatitis misterius, itu menunjukkan bahwa kasus hepatitis akut misterius di Indonesia sebenarnya itu lebih besar.
"Ini artinya ada angka yang bisa berkali-kali lipat lebih besar di komunitas yang tidak terdeteksi," kata Dicky.
Menurutnya, angka kematian tidak bisa diabaikan karena meskipun kematian akibat penyakit hepatitis akut ini satu persen dari total jumlah kasus di level global, ada 10 persen dari kelompok ini yang memerlukan transplantasi hati.
"Yang kalau tidak segera dideteksi dan segera mendapat layanan yang memadai, kematian itu bisa lebih tinggi, bukan hanya satu persen. Kalau tidak tertangani, itu fatal," tegasnya.
Adapun, pada Senin (09/05), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan setidaknya 15 anak Indonesia terjangkit hepatitis akut misterius, satu pekan setelah tiga kasus pertama terjadi di Indonesia pada 27 April lalu.
Hingga kini, WHO mencatat sekitar 230 kasus hepatitis akut misterius di 20 negara di dunia. Kasus terbanyak terjadi di Inggris dengan 115 kasus.
Setidaknya 16 anak, atau 10% dari total kasus global, harus menjalani transplantasi hati.
Mitigasi risiko
Merespons kasus hepatitis akut misterius yang terjadi di seluruh dunia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan telah "mengeluarkan surat edaran agar semua rumah sakit dan dinas kesehatan melakukan surveillance (pengawasan)" ketika kasus pertama diumumkan pada akhir April lalu.
Namun bagi pakar epidemiologi dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman, pengawasan saja tidak cukup.
"Belum [cukup]. Karena begini, walaupun pendeteksian itu ada, tapi karena hepatitis ini epidemi, bahkan silent (diam-diam) lagi. Jadi ketika surveillance ditingkatkan, menemukan kasus hepatitis itu akan banyak sekali.
"Tapi yang jadi permasalahan berikutnya adalah bagaimana memilah dan memilih mana yang memang termasuk by definition hepatitis akut yang belum jelas etiologinya ini," jelas Dicky.
Baca juga:
- Dampak pandemi Covid-19 bagi anak-anak penderita virus zika: Gagap bicara hingga sulit bernafas
- Mengurai penyebab 'Covid panjang', dan bagaimana cara mengobatinya
- Ebola, Sars dan Flu Babi: Bagaimana manusia mengalahkan wabah dan pandemi sebelum Covid-19
Sayangnya, menurut Dicky, tidak semua daerah di Indonesia memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu.
Selain itu, tak semua daerah memiliki kemampuan melakukan tes untuk lima jenis strain hepatitis.
Penulis : Redaksi-Kompas-TV
Sumber : BBC