Jokowi Terbitkan 4 Perpres IKN Nusantara, Bisakah Lindungi Warga Adat Lokal?
Bbc indonesia | 6 Mei 2022, 17:39 WIBAturan-aturan turunan terkait Ibu Kota Negara, IKN Nusantara dipandang "tidak etis" dan dikeluarkan "secara terburu-buru" saat Undang-Undang No.3/2022 tentang IKN masih dipersengketakan di Mahkamah Konstitusi.
Hal itu diungkapkan pakar hukum dan pembela hak masyarakat adat yang mendesak pemerintah agar tidak langsung menerapkan aturan-aturan itu sebelum ada putusan dari Mahkamah Konstitusi. Mereka mengatakan masalah ini dapat merugikan masyarakat adat di lokasi IKN.
April lalu, pemerintah telah menerbitkan aturan-aturan turunan terkait IKN, yaitu dua peraturan pemerintah (PP) dan empat peraturan presiden (Perpres), untuk menindaklanjuti Undang-undang No.3/2022 tentang IKN. Salah satu aturan turunan itu adalah Perpres No. 65/2022 tentang Perolehan Tanah dan Pengelolaan Pertanahan di Ibu Kota Nusantara.
Namun, seperangkat aturan yang baru-baru ini dipublikasikan di laman Sekretariat Negara RI itu langsung menuai kritik. Ini terkait dengan peraturan induknya yang masih menjalani uji materi di MK sejak 24 April lalu.
Baca juga:
- Pemerintah baru tetapkan 0,6% hutan adat, mengapa upaya lindungi warga adat lamban?
- Ibu kota baru: Pemerintah klaim dapat dukungan warga lokal, petani adat sebut ‘yang diundang hanya elite’
- Penggunaan APBN untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara, pakar: 'Akan korbankan program masyarakat'
Itu sebabnya pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengatakan "secara etika penerbitan aturan-aturan turunan itu tidak bisa dibenarkan" selama UU-nya masih diperkarakan di MK.
Sedangkan Profesor Endriatno Soetarto, Guru Besar Agraria Institut Pertanian Bogor, mengingatkan bahwa "MK sudah mengeluarkan putusan nomor 35 tahun 2012" yang menegaskan hutan adat bukan hutan negara, sehingga ini harus "menjadi referensi penting" bagi pemerintah saat proyek sebesar IKN bersentuhan dengan masyarakat hukum adat.
Muhammad Arman, Direktur Advokasi Hukum dan Kebijakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) meminta agar menunda dulu pemberlakuan semua aturan turunan IKN untuk menunjukkan "pemerintah punya iktikad baik dan sungguh-sungguh untuk mendengarkan aspirasi rakyat secara keseluruhan dan bagaimana masyarakat adat bisa berpartisipasi secara efektif."
Seorang warga adat Paser di Sepaku mengaku selama ini tidak diajak berkonsultasi terkait aturan-aturan IKN sehingga khawatir hak-haknya akan terabaikan dan masa depannya terancam.
Sedangkan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Wandy Tuturoong, menegaskan "pemerintah wajib melaksanakan undang-undang yang telah disahkan", namun akan menghormati keputusan MK soal uji materi UU IKN itu dan mengutarakan komitmen untuk tetap memperhatikan dan melindungi hak-hak masyarakat adat di lokasi IKN.
Aturan turunan dibuat 'terlalu terburu-buru', seperti undang-undangnya
Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti, menilai penerbitan aturan-aturan turunan IKN dalam bentuk PP dan Perpres itu tidak etis karena MK masih menyidangkan uji materi UU No. 3/2022 sebagai peraturan induknya.
"Kita belum tahu hasil dari putusan Mahkamah Konstitusi nanti seperti apa. Padahal kalau peraturan sudah dikeluarkan pasti akan ada akibat hukum yang bisa terjadi, katakanlah seandainya sebulan lagi atau dua bulan lagi atau minggu depan kita mendengar putusan MK yang membatalkan keseluruhan atau pasal-pasal dari UU IKN itu, tergantung bunyi putusannya seperti apa," kata dia.
Menurutnya, seandainya pasal-pasal yang menjadi cantolan dari PP atau Perpres itu ikut dibatalkan, maka PP dan Perpres tersebut tidak punya cantolan lagi sehingga akan ikut batal. Tapi kalau misalnya pengadaan tanah dan lain sebagainya sudah terjadi, artinya ada akibat hukum yang sudah terjadi selama sebulan atau dua bulan sementara keputusan MK belum keluar.
"Nah itu akan sangat merepotkan di lapangan nantinya, karena nanti akan ada banyak sekali urusan hukum yang harus diselesaikan, baik melalui negosiasi ataupun pengadilan. Tetapi yang pasti dirugikan biasanya adalah warga negara biasa," ujarnya.
Bivitri juga mengatakan pembuatan aturan turunan IKN terlalu terburu-buru, sama dengan undang-undangnya karena seharusnya melewati proses yang melibatkan masyarakat yang terdampak dan mempunyai kepentingan, seperti yang diatur dalam UU 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Baca juga:
- Urun dana masyarakat untuk biayai Ibu Kota Negara, megaproyek terancam mangkrak
- 'Anak-anak saya mau tinggal di mana', suku asli yang merasa dilewatkan saat Presiden Joko Widodo berkemah di IKN
Dia juga menilai konsultasi publik oleh pemerintah untuk membahas peraturan soal IKN tidak berjalan optimal karena belum benar-benar mewakili masyarakat adat.
"Saya tahu ada konsultasi publik, tapi itu sifatnya webinar, seminar, atau pertemuan yang sifatnya sangat formal. Memang ada dialog dengan masyarakat adat, tetapi apakah dialog itu punya implikasi terhadap PP atau Perpresnya, yang saya kira tidak ada implikasinya. Dialognya ada tetapi tidak dituangkan secara teknis mengenai tanah milik warga adat tadi," ujarnya.
Warga adat tidak tahu aturan turunan
Penulis : Redaksi-Kompas-TV
Sumber : BBC