Demi Legalkan UU Cipta Kerja, DPR Dituding 'Rekayasa' Revisi Regulasi Lain
Bbc indonesia | 15 April 2022, 16:42 WIBRevisi Undang-Undang 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) yang disetujui DPR dan pemerintah, Rabu (13/04), dikritik sebagai siasat memperbaiki UU Cipta Kerja yang dinyatakan cacat prosedur oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
DPR dan pemerintah, kata pakar hukum, semestinya membahas ulang UU Cipta Kerja dengan melibatkan masyarakat. Merivisi regulasi lain demi omnibus law diyakini justru akan memicu persoalan baru.
Walau belum disahkan di tingkat paripurna, pimpinan DPR secara terbuka mengakui bahwa revisi UU P3 merupakan cara mereka menindaklanjuti putusan MK terhadap omnibus law.
Baca juga:
- Kesalahan 'fatal' pasal-pasal UU Cipta Kerja akibat 'proses legislasi ugal-ugalan', pemerintah sebut hanya salah 'teknis-administratif
- Presiden Jokowi tandatangani UU Cipta Kerja, masyarakat dapat mengakses salinannya
- Omnibus Law: Menyoal tanah adat dan deforestasi Papua di tengah klaim pemerintah 'tak akan ada masalah'
Seluruh fraksi di DPR, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS), setuju mengubah sejumlah pasal dalam UU P3.
Selama ini beleid tersebut merupakan patokan utama dalam pembuatan regulasi, dari undang-undang, peraturan menteri, hingga peraturan daerah.
Salah satu substansi baru dalam UU P3 adalah berlakunya metode omnibus sebagai opsi penyusunan regulasi. Artinya, sebuah undang-undang bisa mengatur lebih dari satu bidang persoalan.
UU P3 selama ini tidak memungkinkan DPR dan pemerintah membentuk regulasi dengan metode omnibus. Inilah yang dipersoalkan MK dan membuat UU Cipta Kerja belum bisa diterapkan walau sudah disahkan sejak awal November 2020.
Masuknya opsi omnibus melalui revisi UU P3, kata Fitri Arsil, pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia, merupakan jalan pintas DPR dan pemerintah untuk melegalkan UU Cipta Kerja.
"Kita bisa lihat bahwa dominasi pembahasan revisi ini bukan persoalan peraturan perundang-undangan yang sistemik, tapi bagaimana memberi legitimasi pada UU Cipta Kerja," ujarnya via telepon.
Dugaan soal siasat itu, menurut Ledia Hanifa, legislator dari Fraksi PKS, juga terlihat karena pembahasan revisi UU P3 tidak menghasilkan solusi atas persoalan regulasi yang saling bertentangan dan tumpang tindih.
Masalah ini sudah mencuat selama beberapa tahun terakhir. Pemerintah pada 2018 lalu, misalnya, sempat berencana membentuk lembaga khusus untuk mengatasi persoalan tumpang tindih ini.
Ledia heran, berbagai solusi itu justru tidak muncul dalam revisi UU P3.
"Ada banyak peraturan, misalnya yang dibuat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bertentangan dengan peraturan di Kementerian Dalam Negeri. Harus ada solusi harmonisasi," kata Ledia saat dihubungi.
"Persoalan semacam itu seharusnya menjadi bagian yang diperhatikan dalam revisi ini, tapi ternyata tidak terakomodasi," ucapnya.
Apa kata DPR?
BBC News Indonesia sudah menghubungi beberapa pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR terkait tudingan ini, tetapi belum mendapat jawaban hingga berita ini diterbitkan.
Namun setelah rapat bersama perwakilan pemerintah, Wakil Ketua Baleg, Achmad Baidowi, menyebut putusan MK terhadap UU Cipta Kerja memang turut mendorong revisi UU P3.
"Baleg menyetujui revisi ini untuk dibawa ke Rapat Paripurna dalam konteks merespon putusan MK, salah satunya tentang pengaturan metode omnibus," ujarnya.
Meski begitu, Baidowi berkata bahwa revisi ini juga mencakup persoalan lain, misalnya efisiensi proses penomoran dan pengundangan yang diserahkan kepada Sekretariat Negara.
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang juga hadir dalam rapat itu, menyebut revisi ini juga memungkinkan penyusunan regulasi secara elektronik.
Penulis : Edy-A.-Putra
Sumber : BBC