> >

Rusia Invasi Ukraina: China Tolak Sanksi dan Tak Salahkan Rusia, Erdogan Lakukan Mediasi

Bbc indonesia | 2 Maret 2022, 12:28 WIB
Ilustrasi. Kendaraan lapis baja milik Rusia terbakar usai pertempuran di Kharkiv, Ukraina pada Minggu (27/2/2022). Pada Mingu (28/2/2022), otoritas Ukraina melaporkan setidaknya 11 tewas dan puluhan terluka akibat serangan roket Rusia. (Sumber: Marienko Andrew/Associated Press)

Kementerian Luar Negeri China menekankan Beijing menentang sanksi-sanksi terhadap Rusia yang dikatakan ilegal dan sepihak sebagai upaya menyelesaikan krisis di Ukraina.

"Kami menuntut pihak Amerika tidak mengganggu hak dan kepentingan sah China dan pihak-pihak lain dalam menyelesaikan masalah Ukraina," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin dalam keterangan pers pada Seniin (28/02).

Sebaliknya, ia menyerukan kepada Rusia dan Ukraina untuk berunding dan tidak melakukan eskalasi.

Juru bicara Kementerian Urusan Luar Negeri China Wang Wenbin saat berbicara dalam konferensi pers tentang serangan militer Rusia ke Ukraina, di Beijing, China, Jumat (25/2/2022). Dalam kesempatan itu, Wang menolak menyebut serangan militer Rusia sebagai invasi. (Sumber: CMG CCTV via AP)

China adalah salah satu kawan paling dekat Rusia dan menolak menyebut tindakan Rusia di Ukraina sebagai invasi.

Ketika mayoritas negara Barat bersatu padu mengecam Rusia, China tidak menyalahkan Moskow.

Dalam pembicaraan melalui sambungan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat (25/02), Presiden China President Xi Jinping mengatakan negaranya mendukung upaya Rusia untuk menyelesaikan krisis Ukraina lewat jalan dialog, lapor televisi China, CCTV.

Respons awal China soal pengerahan militer Rusia ke Ukraina adalah mengkritik media Barat.

Ketika ditanya apakah yang terjadi di Ukraina saat ini adalah invasi, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, berkata "konteks sejarah rumit" dan situasi saat ini "disebabkan beragam faktor".

Pertanyaan apakah kondisi di Ukraina adalah 'invasi' disebut sebagai "tipikal metode bertanya media Barat". Kementerian Luar Negeri berkata "kami tidak akan terburu-buru pada sebuah kesimpulan".

Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, mengatakan pihaknya memahami kekhawatiran keamanan Rusia.

China dan Rusia kini punya kemitraan strategis yang bertujuan melawan pengaruh AS. Kemitraan ini dibuat dalam pertemuan Putin dan Presiden Xi Jinping sebelum Olimpiade Musim Dingin di Beijing.

Di Ukraina, Kedutaan Besar China mengirim pesan kepada semua warga China yang bermukim di negara tersebut.

Kedutaan China menganjurkan warganya untuk mengibarkan bendera China pada mobil dan "saling membantu" serta menunjukkan "kekuatan China".

Sejumlah sanksi yang diterapkan negara-negara Barat termasuk langkah Uni Eropa melarang pesawat-pesawat Rusia di wilayah udara Uni Eropa, pelarangan "mesin media Kremlin", serta pelebaran sanksi ke Belarus.

AS, Inggris, Uni Eropa, dan Kanada juga telah memutus akses Rusia dari layanan pesan keuangan Swift.

Usaha Turki

Presiden Turki, Tayyip Erdogan mengatakan kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dalam percakapan telepon pada Sabtu (26/02) bahwa Ankara berusaha memediasi untuk mewujudkan gencatan senjata.

Zelensky telah meminta Turki menutup Selat Bosphorus dan Dardanelles sehingga kapal-kapal perang Rusia tidak bisa lewat. Pihak berwenang Turki sejauh ini belum mengambil keputusan itu.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, sempat mengkritik tindakan Pakta Pertahanan Atlantik Utara atas invasi Rusia ke Ukraina dengan mengatakan NATO semestinya mengambil tindakan lebih tegas.

Ketika berbicara di Istanbul, Erdogan mengatakan baik NATO maupun Uni Eropa telah gagal membantu Ukraina. Turki adalah salah satu anggota NATO.

"NATO seharusnya mengambil tindakan lebih tegas. Kami telah berbicara terang-terangan dengan (Sekjen NATO, Jenderal Jens) Stoltenberg. Dalam pembicaraan itu, kami menyampaikan sikap kami," kata Erdogan pada Jumat (25/02).

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : BBC


TERBARU