BPJS Kesehatan Jadi Syarat Bikin SIM sampai Jual Beli Tanah, Disebut Tidak Relevan dan Membebani
Bbc indonesia | 21 Februari 2022, 18:34 WIBBelum lagi soal pendataan keanggotaan yang masih bermasalah, seperti pendataan penerima bantuan iuran (PBI)—yang dilakukan oleh Kementerian Sosial— yang tidak tepat sasaran sampai pekerja formal atau pekerja penerima upah yang belum didaftarkan sebagai anggota oleh perusahaannya.
"Masih banyak juga pengusaha yang mendaftarkan pekerja penerima upahnya sebagai peserta PBI daerah. Ini juga enggak tepat, menghindari 4% pembayaran dari pengusaha, satu persen dari pekerja. PBI itu untuk rakyat miskin," kata Timboel.
Kurniasih mengatakan permasalahan keanggotaan PBI ini justru lebih krusial dibandingkan dengan jumlah peserta yang belum mencapai 100 persen. Kata dia, itu optimalisasi yang seharusnya dilakukan.
"Justru hal-hal seperti ini yang harus dibuat regulasinya, yang menjamin bahwa setiap rakyat Indonesia yang tidak mampu harus masuk menjadi peserta BPJS dan di-cover oleh negara," ujar Kurniasih.
BPJS Kesehatan harus berbenah
Kurniasih Mufidayati mengatakan pemerintah masih bisa melakukan cara lain yang tidak membebani masyarakat karena menurut dia jumlah masyarakat yang belum terdaftar di BPJS Kesehatan tidak terlalu signifikan untuk kemudian pemerintah bisa menerapkan aturan tersebut.
"Kepesertaan BPJS Kesehatan ini memang harus dioptimalkan, betul, tetapi harus dengan cara yang tidak menambah beban, lebih edukatif, dan lebih mengajak," kata Kurniasih.
Anggota DPR RI Fraksi PKS itu menilai justru yang harus diperhatikan pemerintah adalah cara untuk meningkatkan kualitas layanan BPJS Kesehatan.
"Kalau layanannya meningkat, layanannya baik, pembayaran klaim lancar, faskes bisa survive memberi pelayanan lebih baik, saya rasa kepesertaan yang tinggal 20 persen itu bisa terpenuhi," ujar Kurniasih.
Senada dengan Kurniasih, Timboel juga setuju bahwa BPJS Kesehatan harus terus melakukan perbaikan karena masalah yang sudah ada bertahun-tahun ternyata masih diadukan masyarakat.
Dia mengatakan sebenarnya lembaga-lembaga pengawas BPJS Kesehatan sudah melakukan pengawasan dan evaluasi, serta mengantongi berbagai temuan masalah dalam pelaksaan JKN, tapi temuan itu tidak dipublikasi dan tidak jelas apakah sudah ada perbaikannya atau belum.
"Buka temuannya apa. Jangan sampai dari 2014 sampai 2021 temuannya sama, tapi tidak ada perbaikan. Kan itu sudah membuang-buang uang negara."
Oleh sebab itu, Timboel mendesak BPJS Kesehatan bersikap transparan karena rakyat yang menjadi peserta "berhak mendapatkan informasi terkait program yang diikutinya", mulai dari manfaat yang didapatkan sampai akar dari permasalahan yang dihadapi di lapangan.
Dia juga pernah menyarankan BPJS Kesehatan meniru cara kerja asuransi swasta yang melayani dan membantu peserta dengan baik. Sehingga ketika pasien mengalami masalah, BPJS Kesehatan bisa mewakili pasien menghadapi pihak rumah sakit.
"BPJS Kesehatan harus hadir 7x24 jam di rumah sakit, tapi BPJS Kesehatan selalu bilang, 'kami punya keterbatasan waktu, keterbatasan SDM, dan biaya'," kata Timboel.
Iqbal mengatakan saat ini BPJS Kesehatan terus melakukan perbaikan. BPJS Kesehatan juga mendorong fasilitas kesehatan untuk meningkatkan pelayanan.
"Kalau dibilang tidak ada perbaikan, perlu dicek lagi apakah dia pernah mendapatkan layanan. Kalau orang antre di rumah sakit, misalnya, kan bagian dari untuk mendapatkan layanan, makanya kita memastikan dengan mengakomodir antrean online," kata Iqbal.
Dia juga mengatakan BPJS Kesehatan saat ini memiliki kemampuan finansial yang baik. Hal itu dibuktikan dengan tidak ada masalah lagi dalam pembayaran fasilitas kesehatan sehingga arus kas BPJS Kesehatan mengalami surplus pada 2020.
"Kalau ada yang terlambat karena rumah sakit yang terlambat mengajukan klaim ke BPJS Kesehatan," kata Iqbal.
Penulis : Edy-A.-Putra
Sumber : BBC