Usulan Biaya Haji Naik Jadi Rp45 Juta Dianggap Tidak Tepat dan Memberatkan Calon Jemaah'
Bbc indonesia | 18 Februari 2022, 11:00 WIBUsul kenaikan biaya haji menjadi Rp45,05 juta pada 2022 'tidak tepat dan sangat memberatkan calon jemaah haji' di tengah situasi ekonomi yang masih lesu akibat pandemi, kata Ketua Komisi Nasional Haji dan Umroh, Mustolih Siradj.
Meski di satu sisi, lembaga independen pemantau haji tersebut mengakui bahwa kenaikan biaya haji 'tidak terhindarkan' karena situasi pandemi membuat sejumlah komponen biaya juga meningkat.
"Soal biaya haji naik dan turun itu dilema, simalakama. Dinaikkan sangat tinggi, jemaah dibebani, tapi kalau tidak naik juga tidak bijak karena akan menekan tata kelola keuangan haji," kata Mustolih kepada BBC News Indonesia, Kamis (17/2).
Kementerian agama menyatakan faktor utama di balik kenaikan itu adalah biaya untuk protokol kesehatan.
Usulan kenaikan biaya itu sebelumnya disampaikan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat kerja dengan DPR RI pada Rabu (16/2).
Kenaikannya mencapai Rp10 juta apabila dibandingkan dengan saat terakhir kali Indonesia memberangkatkan haji pada 2019.
Kenaikan tersebut bisa dibilang signifikan dalam kurun dua tahun, sebab data menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata biaya haji reguler pada 2012 hingga 2019 bekisar kurang dari Rp1 juta per tahun, bahkan sempat menurun.
Baca juga:
- Mengapa pengelolaan dana haji selalu dipertanyakan?
- Dua WNI termasuk di antara ribuan jemaah pertama yang masuk Masjidil Haram setelah protokol kesehatan dilonggarkan
- Umrah Rp60 juta - bisakah Arab Saudi diyakinkan Indonesia longgarkan 'persyaratan tak masuk akal'?
Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama, Subhan Cholid menuturkan bahwa biaya protokol kesehatan, yang mewajibkan jemaah haji dikarantina dan dites PCR berulang kali, menjadi penyumbang utama kenaikan biaya.
Sementara itu di tengah penantian kepastian keberangkatan, beberapa calon jemaah haji mengatakan harus memutar otak untuk mencari uang tambahan apabila kenaikan biayanya begitu signifikan.
Kemenag sendiri menyebut potensi kenaikan biaya belum berdampak pada minat jemaah haji untuk berangkat, meski pada 2020 lalu, sebanyak 2.000 hingga 3.000 jemaah menarik biaya yang mereka setor untuk kebutuhan di tengah pandemi.
Keberatan calon jemaah haji
Salah satu calon jemaah haji asal Sumatra Barat, Ulfah Mahdayulita, 55, mengaku keberatan apabila biaya haji tambahan yang harus dia lunasi mencapai Rp10 juta.
Ulfah merupakan calon jemaah haji yang seharusnya berangkat pada 2020, namun tertunda akibat pandemi. Dia menjadi salah satu calon jemaah haji yang berpeluang berangkat pada tahun ini apabila Arab Saudi kembali membuka kembali akses ibadah haji untuk Indonesia.
Ulfah mendaftarkan diri sejak 2011 melalui skema dana talangan haji dari salah satu bank syariah dengan nilai sebesar Rp25 juta.
Sambil menunggu waktu keberangkatannya tiba, Ulfah menyicil biaya keberangkatan hajinya melalui bank tersebut.
Dia juga telah mempersiapkan selisih biaya yang harus dilunasi tergantung pada besaran biaya haji yang ditetapkan pemerintah pada tahun keberangkatannya. Pada awal 2020, sebelum Indonesia dilanda pandemi, Ulfah menyetor biaya pelunasan sebesar Rp8 juta.
Sejak saat itu, Ulfah yang merupakan seorang guru, fokus menabung untuk kebutuhan di Tanah Suci. Dia mengaku tidak memperkirakan dan belum menyiapkan biaya tambahan seperti saat ini.
"Kalau dulu harus tambah biaya sekian itu sudah tahu sejak awal mendaftar, sudah standby jadi bisa menabung, kalau dadakan kacau deh," kata Ulfah ketika dihubungi.
Dia berharap pemerintah bisa mensubsidi kenaikan biaya tersebut. Sebab beberapa anggota keluarga besarnya yang juga calon jemaah haji dirasa akan kesulitan dengan kenaikan itu karena berpenghasilan tidak tetap dan terdampak pandemi sebagai pedagang dan petani.
"Lagipula katanya kan uang jemaah aman, uang kami ditabung dan dari tabungan itu ada biaya bagi hasil, apa enggak cukup untuk menutupi (selisih biaya) kami yang (keberangkatannya) tertunda ini?" kata Ulfah.
Hal serupa juga disampaikan oleh calon jemaah haji asal Sumatra Barat lainnya, Irsih Yeni, 53, yang mengatakan kenaikan biaya itu terasa memberatkan bagi dia dan suaminya.
Yeni juga merupakan calon jemaah haji yang seharusnya berangkat pada 2020 lalu. Namun, lantaran keinginannya untuk berkunjung ke Tanah Suci telah begitu kuat, Yeni mengatakan mau tidak mau akan mengusahakan mencari biaya tambahan.
"Secara ekonomi memang memberatkan, tapi niat kami sudah pengen ke sana, jadi bagaimana pun kami usahakan," kata dia.
Apa saja komponen biaya yang naik?
Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama, Subhan Cholid, mengatakan ada empat komponen yang membuat pemerintah mengusulkan kenaikan biaya haji menjadi Rp45 juta.
Pertama, nilai kurs Rupiah terhadap Dollar yang meningkat dari sekitar Rp13.750 per US$1 menjadi kisaran Rp14.300 sampai Rp14.500 per US$1 belakangan ini.
Kedua, Arab Saudi menerapkan pajak sebesar 15% terhadap seluruh jemaah haji pada 2022 ini, sedangkan pada 2019 lalu nilai pajaknya hanya 5%.
Ketiga, yang paling berkontribusi signifikan, yakni biaya protokol kesehatan. Subhan mengatakan setiap jemaah haji harus menjalani lima hari karantina di Arab Saudi, kemudian lima hari karantina di Indonesia, serta tes PCR setidaknya enam kali.
"Tapi (karantina) ini menjadi sesuatu yang dinamis, kalau nanti saat biaya (haji) dibahas (di DPR) ternyata Arab Saudi memutuskan tidak ada karantina, Indonesia juga tidak ada karantina, ini tentu akan jadi komponen yang sangat besar efisiensinya," tutur Subhan.
Komponen biaya keempat yang juga naik adalah biaya visa dan Smart Card yang berkisar 300 Riyal (Rp1,1 juta) pada 2019, kini menjadi 403 Riyal (Rp1,5 juta) pada 2022.
Penulis : Edy-A.-Putra
Sumber : BBC