Museum Holokos di Minahasa: Apa yang Jadi Keberatan, Zionisme atau Yudaisme?
Bbc indonesia | 4 Februari 2022, 20:18 WIBSetelah menimbulkan polemik tajam di masyarakat, pengelola Museum Holokos (holocaust) di Kota Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, akhirnya bertemu dengan pimpinan MUI setempat, Kamis (03/02) kemarin.
Dalam pertemuan itu, perwakilan komunitas Yahudi di kota itu menegaskan bahwa museum tersebut dibangun bukan didasari untuk mengampanyekan normalisasi hubungan diplomasi Indonesia-Israel.
Mereka menyatakan, pendirian museum itu semata sebagai pengingat agar genosida terhadap orang-orang Yahudi pada Perang Dunia Kedua —yang diawali rasisme dan kebencian — tidak terulang kembali terhadap etnis atau penganut agama apapun.
Sebelumnya, sejumlah pimpinan MUI pusat menolak keberadaannya dan menuntut agar museum itu dibongkar.
MUI Pusat menuduh keberadaan museum itu dilatari motif politik luar negeri Israel yang akan merugikan masa depan bangsa Palestina.
Adapun para pegiat dialog antaragama mengusulkan agar semakin banyak dibuka ruang perjumpaan atau dialog antarumat beragama, sehingga kecurigaan di antara mereka dapat dikurangi.
Baca juga:
- Mengenal komunitas Yahudi di Indonesia
- Kisah Sapri Sale, guru bahasa Ibrani di Jakarta: "Bahasa tidak ada hubungannya dengan kebijakan politik"
- Mima, perempuan Indonesia 'berhati emas' yang menyelamatkan bayi Yahudi dari kejaran Nazi
Mengapa mendirikan Museum Holokos?
Museum Holokos di Kota Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, yang diresmikan pekan lalu, dihadiri para pejabat setempat dan duta besar Jerman untuk Indonesia.
Selain di Israel, Amerika Serikat, dan sejumlah negara Eropa, museum holokos di Asia hanya ada di Hong Kong.
Di Tondano, Minahasa, bangunan Museum Holokos terletak di dalam kompleks Sinagoga Shaar Hashamayim yang lebih dulu berdiri di sana.
Sejak berdiri pada 2004 lalu, sinagoga ini dilaporkan dapat diterima oleh masyarakat setempat yang mayoritas beragama Kristen.
Walau ada sentimen antiYahudi di tempat lain di Indonesia, hal itu tidak berdampak pada kehidupan komunitas Yahudi di Sulawesi Utara.
"Saya ingin mengedukasi masyarakat Indonesia tentang bahayanya rasialisme dan kebencian," kata pemimpin sinagog dan pengelola museum holokos, Rabi Yakoov Baruch, kepada BBC News Indonesia, Kamis (03/02) petang.
"Kalau kita tidak memerangi rasialisme dan kebencian sejak dini, dan itu bisa terlambat, maka peristiwa seperti holokos akan menjadi pelajaran buat kita," tambahnya.
"Bukan untuk hanya genosida terhadap bangsa Yahudi saja, tapi terhadap suku etnis manapun. Itu tidak bisa dibenarkan," tegasnya
Sampai sejauh ini tidak ada penolakan dari masyarakat setempat, namun suara-suara keras justru muncul dari Jakarta, ketika sejumlah pimpinan Majelis Ulama Indonesia, MUI, menolak keberadaannya.
'Museum Holokos bukan kampanyekan normalisasi hubungan RI-Israel'
Dan Kamis (03/02) kemarin, pimpinan MUI Sulawesi Utara perlu mendatangi museum itu dan berdialog dengan pengelolanya, kata Yakoov.
Di hadapan mereka, Yakoov Baruch, menegaskan pendirian museum itu tidak didasari niat untuk mengampanyekan upaya normalisasi hubungan diplomasi Indonesia-Israel.
"Saya menjelaskan kembali sikap Yahudi Indonesia mendukung keputusan pemerintah Indonesia, yang sampai saat ini mempunyai sikap terhadap konflik Israel-Palestina itu seperti apa, kita tahu. Kami mendukung sepenuhnya," kata Yakoov kepada BBC News Indonesia, Kamis (03/02) petang.
Baca juga:
- Diplomat Muslim membantu ribuan Yahudi
- Nasib Arab Israel: Orang-orang Israel yang diperlakukan sebagai warga kelas dua
- Israel disebut melakukan kejahatan rasial ala apartheid atas Palestina, Human Rights Watch ungkap bukti-buktinya
Keberadaan Museum Holokos itu, jelas Yakoov, tidak mendapat bantuan pihak asing dalam bentuk "uang atau apapun".
Pembangunan museum itu disebutnya "murni dari hasil keringat kami."
"Kami hanya dibantu diberi gambar [foto], karena kami tidak memiliki sumber untuk membuat gambar," ungkapnya di hadapan perwakilan MUI Sulut.
Penulis : Vyara-Lestari
Sumber : BBC