> >

Pemerintah Klaim Dapat Dukungan Warga Lokal soal IKN, Petani Adat: yang Diundang Hanya Elite

Bbc indonesia | 2 Februari 2022, 21:37 WIB
Presiden Joko Widodo saat bertemu dan membicarakan ibu kota negara (IKN) baru dengan sejumlah tokoh masyarakat dan adat di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (31/1/2022). (Sumber: Setkab RI/BPMI Setpres/Laily Rachev)

Presiden Joko Widodo disebut telah menyerap aspirasi dan mendapat dukungan masyarakat lokal terkait pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur.

Pernyataan itu dikeluarkan pihak Istana, setelah pada Senin lalu (31/1), Jokowi bertemu lima sosok yang mereka sebut merepresentasikan kelompok adat.

Namun, sejumlah petani di calon ibu kota baru mempertanyakan klaim dukungan itu. Mereka berkata belum pernah diajak mendiskusikan proyek tersebut, baik oleh pemerintah maupun orang-orang yang disebut sebagai perwakilan masyarakat adat.

Menurut akademisi, pemerintah pusat semestinya sejak awal melibatkan masyarakat lokal di level terbawah dalam merencanakan ibu kota baru. Dituding tidak inklusif, proyek ini dikhawatirkan akan mengabaikan warga kelas bawah.

Baca juga:

Dua tahun setelah kebijakan pemindahan ibu kota bergulir, Sabukdin, seorang petani sekaligus warga adat Paser di Sepaku, Penajam Paser Utara, belum pernah dimintai pendapat tentang proyek itu.

Akhir tahun 2019, kami berjumpa dengan Sabukdin di rumahnya yang digadang-gadang akan masuk kawasan pusat ibu kota baru.

Sama seperti yang diutarakannya saat itu, kini dia masih bertanya-tanya tentang nasib keluarganya ke depannya.

"Kami mau menolak, tapi tidak ada daya. Hak-hak kami perlu diperhatikan pemerintah," kata Sabukdin via telepon, Selasa (01/02).

"Kami hanya mendengar dari media atau dari teman-teman. Pemerintah belum pernah mengajak kami berunding," ujarnya.

Sabukdin mengaku kecewa. Sebagai orang yang berpotensi kehilangan lahan dan sumber penghidupan akibat proyek ini, dia merasa berhak untuk dilibatkan dalam pembahasan ibu kota baru.

Menurut Sabukdin, pemerintah selama ini hanya berbicara dengan orang-orang kelas atas yang disebutnya tidak memahami dan mewakili keresahan mereka.

"Seharusnya kami dilibatkan. Jokowi harus mendengar suara rakyat kecil. Mereka kan tokoh. Mereka orang sukses. Mobil mereka Fortuner, sedangkan kami sepeda saja tidak punya," ucapnya.

Pernyataan Sabukdin merujuk pertemuan Jokowi di Balikpapan, dengan lima orang yang disebut pemerintah mewakili adat dan kelompok suku di Kaltim.

Dua dari lima orang yang diundang pihak Istana itu adalah Sultan Paser, Aji Jarnawi dan Sultan Kutai Kartanegara, Muhammad Arifin. Mereka memimpin kesultanan yang selama ini dilestarikan dalam konteks budaya dan sejarah.

Adapun tiga orang lain yang bertemu Jokowi adalah perwakilan masyarakat Dayak Kenyah, Bugis, dan Banjar.

Dalam pertemuan itu, kelima orang itu memang menyatakan dukungan terhadap proyek ibu kota baru. Meski begitu, petani seperti Sabukdin menyebut tidak seluruh warga di kampungnya sependapat.

"Sebagian warga bersedia menerima ganti rugi jika lahannya diambil, tapi ada yang tidak mau. Nah, bagaimana solusi bagi yang tidak mau? Jangan hadapkan warga lokal pada hukum," kata Sabukdin.

Persoalan representasi dan pelibatan masyarakat dalam proyek ibu kota baru sebelumnya juga mencuat.

Pertengahan Januari lalu misalnya, kelompok warga yang bernaung dalam Koalisi Masyarakat Kaltim menolak proyek ibu kota baru. Salah satu alasan mereka, rancangan undang-undang yang menjadi dasar proyek ini dibahas secara tertutup tanpa partisipasi warga lokal.

Merujuk Peraturan Menteri Hukum dan HAM 11/2021 misalnya, kementerian dan lembaga pemerintah perlu menggelar konsultasi publik saat membentuk undang-undang. Tujuannya adalah menampung masukan dari masyarakat yang terdampak dan kalangan lainnya.

Tenaga ahli Kantor Staf Presiden, Wandy Tuturoong, menyebut pemerintah sudah melibatkan berbagai elemen warga Kaltim dalam proyek ini sejak tahun 2019.

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : BBC

Tag

TERBARU