Perjanjian Ekstradisi Masih Harus Diratifikasi Dulu, KPK Belum Bisa Tangkap Buronan di Singapura
Bbc indonesia | 28 Januari 2022, 11:17 WIBUpaya untuk memulangkan tersangka koruptor yang lari ke Singapura sekarang terbuka lebar menyusul perjanjian ekstradisi, namun untuk menjadi kenyataan masih menunggu ratifikasi DPR.
Dan menurut pakar hukum, ratifikasi dari DPR bisa memakan waktu beberapa tahun. Paling cepat mungkin sekitar satu tahun.
Seorang anggota DPR Komisi I yang membidangi uruasan luar negeri mengatakan, pihaknya masih akan mengkaji perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura yang diteken awal pekan ini.
KPK sendiri sudah memastikan, ekstradisi para koruptor dari Singapura belum bisa dieksekusi.
Baca juga:
- 'Memburu tersangka koruptor': Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura 'membantu aparat mengejar buronan'
- Tim pemburu koruptor segera dibentuk, apakah akan efektif?
- Kasus Maria Pauline Lumowa: Pemerintah tekankan komitmen penegakan hukum, pegiat sebut 'hanya seremoni'
Meski begitu, mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo, mengatakan dirinya menyambut baik perjanjian ekstradisi RI-Singapura.
"Ini sangat positif [bagi] pemerintah ke depannya, ini adalah legalitas [bagi upaya memulangkan para tersangka koruptor]," kata Yudi.
Ekstradisi adalah penyerahan orang yang dianggap melakukan kriminalitas suatu negara kepada negara lain yang diatur dalam perjanjian antara kedua negara yang bersangkutan.
Beberapa kali menangani kasus korupsi di Indonesia yang saksi atau tersangkanya berada di Singapura "sangat-sangat berat", jelas mantan ketua wadah pegawai KPK ini.
Yudi bersama tim hanya bisa mengandalkan "pertemanan baik" dengan KPK Singapura (Corrupt Practices Investigation Bureau/CPIB).
"Mereka [CPIB] welcome, ketika kita datang ke sana. Kemudian mereka memfasilitasi, misalnya saya memberikan saksi dan sebagainya, tetapi hanya sebatas itu."
"Ketika kita memeriksa orang [tersangka atau saksi] di sana, ya harus sukarela dari orang tersebut untuk datang misalnya ke CPIB," tambah Yudi.
Selain itu, para penyidik KPK juga hanya bisa melihat para tersangka berkeliaran di Singapura, meski mereka "melakukan kejahatan di negara kita".
Awal pekan ini, pemerintah Indonesia-Singapura meneken perjanjian ekstradisi, yang diklaim telah diupayakan sejak 1998.
Jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut perjanjian ekstradisi ini berjumlah 31 jenis di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.
Belum bisa dieksekusi
Namun, KPK memastikan perjanjian ekstradisi antara Singapura-Indonesia masih belum bisa diterapkan karena harus mendapat pengesahan dari DPR.
Dengan demikian lembaga antirasuah itu belum bisa bergerak langsung menangkap buronan korupsi di Singapura.
"Ya, dia sebagai sebuah instrumen hukum, itu belum sah berlaku, sampai kemudian diratifikasi oleh DPR," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron kepada BBC News Indonesia.
Baca juga:
- Personel militer dalam kasus dugaan korupsi satelit juga mesti diusut demi 'akuntabilitas dan transparansi', kata aktivis
- Bupati Penajam Paser Utara 'tersangka kasus korupsi', 'jadikan pelajaran dalam proyek ibu kota negara'
Lebih lanjut, Ghufron menjelaskan, ratifikasi atau pengesahan perjanjian internasional oleh DPR akan diturunkan melalui produk undang undang.
"Maka perjanjian pemerintah dengan pemerintah, untuk kemudian berlaku sebagai UU, harus disahkan dalam fórum atau majelis DPR," katanya.
Penulis : Edy-A.-Putra
Sumber : BBC