3 Faktor yang Membuat Pinjaman Online Jadi Pilihan Masyarakat
Brandsight | 24 Januari 2022, 08:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Pertumbuhan layanan pinjaman semakin berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi. Salah satunya dengan kehadiran financial technology (fintech) lending atau peer-to-peer (P2P) lending yang menawarkan kemudahan akses pendanaan bagi masyarakat.
Tercatat sampai dengan Januari 2022, terdapat 103 perusahaan fintech lending beredar yang diakui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Banyaknya jumlah aplikasi penyedia jasa fintech menandakan bahwa kehadirannya dibutuhkan oleh masyarakat.
Sayangnya, popularitas fintech lending memberikan celah bagi kejahatan modern berbasis teknologi melalui pinjol ilegal oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Menurut data terakhir di 12 November 2021, Satgas Kominfo telah memblokir 3.631 pinjol ilegal yang merugikan masyarakat.
Mudahnya proses pencairan pinjol serta iming-iming limit pinjaman yang besar tak jarang membuat orang yang terdesak kebutuhan hidup, tergoda untuk mengajukan pinjaman tanpa melihat kejelasan perusahaan penyedia jasa fintech lending.
Tak hanya itu, banyaknya masyarakat yang terjebak ke dalam pinjol ilegal juga menunjukkan kurangnya literasi keuangan masyarakat Indonesia untuk memahami, mana fintech lending yang legal dan mana yang ilegal.
Meskipun keduanya memiliki perbedaan mencolok, nyatanya, masih banyak masyarakat yang memandang keduanya sebagai satu entitas yang sama. Ciri-ciri fintech lending legal dan pinjol ilegal dapat dilihat di sini.
Karena banyaknya kasus pinjol ilegal, masyarakat jadi ragu dan mengurungkan niat mengajukan pinjaman di fintech lending. Hal ini tak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga industri fintech lending itu sendiri.
Pasalnya, masih banyak masyarakat yang benar-benar membutuhkan alternatif pendanaan untuk modal usaha dan membantu perekonomian lainnya melalui pinjaman online, tetapi jadi ragu mengajukannya karena sentimen negatif yang beredar.
Fintech lending tetap diminati
Meski pemberitaan negatif tentang pinjol dapat mencoreng industri fintech lending secara keseluruhan, ternyata, hal ini tidak menurunkan minat masyarakat terhadap layanan pinjaman online.
Menurut laporan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), pemanfaatan fintech lending justru meningkat selama pandemi. Fintech lending semakin dibutuhkan masyarakat untuk membantu pengembangan usaha dan memenuhi kebutuhan lainnya.
Dilansir dari Kompas.com (23/11/2021), akumulasi penyaluran pinjaman telah mencapai Rp 262,9 triliun hingga September 2021, atau meningkat 64 persen dari periode Januari 2021 sebesar Rp 159,5 triliun.
Baca Juga: Tertarik Ajukan Fintech Lending? Pahami Cara Kerja dan Risikonya!
Berdasarkan jenis pinjaman, pinjaman online paling banyak disalurkan untuk pembiayaan pada sektor produktif, yaitu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Seperti diketahui, Indonesia memiliki porsi UMKM yang sangat besar. Data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenkopUKM) menunjukkan, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,07 persen per Maret 2021.
Dengan skema pendanaan yang tepat, fintech lending dapat berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional melalui pendanaan terhadap UMKM.
Meskipun industri fintech banyak diterpa pemberitaan negatif tentang pinjol, kehadiran fintech lending tetap diandalkan untuk memberikan akses keuangan kepada masyarakat yang belum tersentuh layanan bank (unbanked).
Penulis : Elva-Rini
Sumber : Kompas TV