Perdagangan Karbon, Sumber Pendanaan Baru dan Kebangkitan Ekonomi Pascacovid-19
Advertorial | 28 Desember 2020, 15:50 WIBJakarta, KOMPAS TV – Carbon trading atau perdagangan karbon digadang-gadang sebagai solusi penurunan emisi sekaligus kebangkitan ekonomi.
Langkah ini dinilai tidak hanya mampu menjawab isu perubahan iklim, tetapi juga sebagai langkah pemulihan, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan berkelanjutan pascapandemi Covid-19.
Sebagai pusat biodiversity dunia yang memiliki potensi keanekaragaman hayati, Indonesia mempunya kepentingan mempromosikan kontribusinya sebagai pemilik carbon stock terbesar, baik dari sumber terestrial (hutan) maupun laut.
Dengan status tersebut, Indonesia memiliki peluang pasar signifikan dalam perdagangan karbon untuk mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC).
Baca Juga: Turun! Emisi Gas Karbon CO2 Dunia Selama Pandemi Covid-19 Tahun Ini
Data dari Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menunjukan, terdapat gap sebesar 13 miliar USD (hingga 2030) dari total 19 miliar USD dalam pengimplementasian target NDC melalui pendanaan pembangunan hijau dan penanganan perubahan iklim.
Kekosongan pendanaan itu sangat mungkin diisi oleh sumber pendanaan baru, yaitu peluang Indonesia sebagai penyedia carbon credit bagi negara-negara maju agar tercapainya roadmap pembangunan rendah karbon.
Pemulihan ekonomi pascacovid-19
Indonesia telah memperdagangkan emisi karbon pada Norwegia selama 10 tahun terakhir. Pada 2016-2017, Indonesia berhasil menurunkan emisi sekitar 11,2 juta ton ekuivalen karbon dioksida. Keberhasilan itu dihargai sekira Rp 812,86 miliar dari Pemerintah Norwegia.
Angka ini menunjukkan perdagangan karbon bisa menjadi sumber pendanaan dan pendapatan yang besar bagi Indonesia di luar APBN.
Penulis : Elva-Rini
Sumber : Kompas TV