JAKARTA, KOMPAS.TV – Sejarah lahirnya peringatan Hari Ibu tidak dapat lepas dari Kongres Perempuan pada 22 Desember 1928. Sebanyak 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Sumatra dan Jawa berkumpul membicarakan hak pendidikan, kesehatan, dan masalah lain yang menyangkut harga diri perempuan.
Jika membayangkan konferensi pertama terjadi 92 tahun lalu, pemikiran dan keberanian para perempuan patut mendapat apresiasi paling tinggi. Pasalnya, mereka tidak mendapat akses pendidikan dan teknologi untuk membuat suatu gebrakan masa itu.
Dalam kekangan kolonialisme dan otoritas budaya patriarki, kekuatan yang mereka kumpulkan sendiri mampu menjadi inspirasi pergerakan perempuan masa kini.
Menilai keterlibatan perempuan, Bupati Luwuh Utara Indah Putri Indriani mengungkapkan, tidak bisa dilihat hanya dari keberadaannya secara kuantitas, tetapi juga kualitas keterlibatan perempuan.
Ia menegaskan, perempuan memiliki peran sangat strategis dalam pembangunan sosial kehidupan bermasyarakat.
Baca Juga: Mencerdaskan Perempuan, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Kendati demikian, tidak dapat dipungkiri kenyataan ketimpangan persentase jumlah perempuan dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan politik masih kerap menjadi batu sandungan pergerakan perempuan.
Padahal dengan ruang yang lebih luas dan kuantitas berimbang, keikutsertaan perempuan bisa sangat bermakna.
“Perempuan adalah madrasah buka hanya bagi anak tetapi bagi keluarga secara keseluruhan. Apalagi dalam masa pandemi, ada beberapa sektor di mana perempuan punya peranan yang sanga signifikan,” ujar Indah dalam diskusinya dengan KompasTV, Selasa (22/12/2020).
Ia menambahkan, “misalnya, dalam sektor pendidikan. Ternyata, perempuan punya peranan yang sangat strategis untuk memastikan bahwa proses pendidikan harus berjalan dengan baik meskipun dengan keterbatasan.”
Di sektor ekonomi, lanjut Indah, perempuan dapat mengambil peran melalui Usaha Mikro Kecil dan Menengah untuk menggerakkan ekonomi keluarga.
Sementara di sektor kesehatan, 70 persen tenaga kesehatan Indonesia merupakan perempuan. Selain menjadi garda terdepan penanganan pandemi Covid-19, mereka tetap mampu menjalankan urusan domestik memastikan pemenuhan kebutuhan keluarga.
Perempuan kerap mengalami multi beban dengan jenis tantangan beragam. Namun demikian, pergerakan perempuan tidak bisa diabaikan.
Perempuan bergerak mengubah kehidupan sosial
Keterwakilan perempuan di parlemen ada di angka 30 persen, komposisi anggota legislatif ada 20,25 persen. Meskipun belum sesuai dengan harapan, keterlibatan perempuan di parlemen meningkat dibandingkan pemilihan sebelumnya.
Angka ini bukanlah tujuan akhir, melainkan perjalanan dari kerja keras perempuan mengusahakan kesetaraan gender.
Pendiri Rumah Harapan Indonesia, Valencia Mieke mengakui dampak dari pergerakan perempuan sudah banyak terlihat di berbagai lini kehidupan.
Dulu, mimpi perempuan cenderung sederhana dan berpola. Sekarang, perempuan sudah berani memasuki lini kehidupan yang setara laki-laki seperti menjadi ahli mesin, pilot, bahkan pemangku jabatan presiden.
Baca Juga: Beban Ganda Tenaga Medis Perempuan di Tengah Pandemi
Tidak berlebihan rasanya mengatakan perempuan adalah pilar suatu bangsa. Jika bangsa adalah istana, perempuan adalah pilarnya.
Jika bangsa itu mau kuat, maka perempuannya harus diberdayakan mulai dari pendidikan, kesehatan, dan kesempatan mereka dalam berkiprah di kehidupan sosial masyarakat.
Seperti ungkapan “perempuan adalah madrasah pertama”, memberikan pendidikan kepada perempuan sama dengan memberikan pendidikan kepada satu keluarga. Pendidikan kepada perempuan harus menjadi prioritas strategis pembangunan.
Selama aktif dalam berbagai kegiatan, Valencia juga menyadari keterlibatan perempuan dalam gerakan sosial sangat sentral. Perempuan memiliki swadaya yang dapat mendukung dirinya sendiri dan dukungan terhadap sesamanya.
Bagi perempuan, bekerja dari hati demi kebahagiaan banyak orang merupakan hasrat yang layak dipenuhi. Secara timbal balik, hasrat itu pula yang menjadi energi dan kekuatan perempuan untuk bergerak memberi dampak lebih banyak.
Ini sekaligus menjadi bukti bahwa kondisi emosional dan mental yang sering dianggap sebagai kelemahan perempuan bisa menjadi kekuatan untuk dirinya dan lingkungan sekitarnya.
Tantangan mewujudkan cita-cita perempuan
Perempuan akan melahirkan anak-anak yang kelak menjadi penerus bangsa. Namun, masih banyak hal mesti dibenahi terkait hak perempuan.
Kasus pernikahan anak usia muda dan masalah gizi masih banyak terjadi. Banyak anak tidak sempurna terlahir dari rahim ibu yang malnutrisi.
Konstruksi sosial dan budaya membuat perempuan dan anak-anak masuk ke dalam kelompok yang rentan. Untuk memperbaiki hal ini, diperlukan gerak lebih maksimal dari seluruh masyarakat untuk menciptakan terobosan dan penguatan secara hukum dan tradisi budaya.
“Yang menjadi PR kita adalah bagaimana gerakan itu tidak hanya sekadar wacana saja, tetapi bagaimana diimplementasikan menjadi aksi nyata. Dan itu harus benar-benar terjun ke grassroot,” tegas Director Executive Democracy and Electoral Empowerment Partnership, Neni Nur Hayati.
Baca Juga: Perempuan Kepala Keluarga, antara Dukungan Moral dan Modal
Menurut Neni, masyarakat harus menyadari kedudukan antara perempuan dan laki-laki setara.
Perjuangan perempuan bukan untuk berkompetisi dengan laki-laki, tetapi untuk membuka ruang lebar bagi perempuan sehingga mereka memperoleh kesempatan sama dalam sektor apa pun.
Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Spesial Hari Ibu oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam mendukung perjuangan panjang perempuan melawan stigma dan memperbaiki sistem di masyarakat.
Melalui diskusi terbuka publik, perjuangan perempuan diharapkan bisa dimaknai dengan lebih luas, yakni bagian dari upaya membangun masyarakat yang adil, inklusif, dan sejahtera.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.